PEKANBARU (khabarmetro.com)- Di sela-sela kunjungan ke Pekanbaru, Asmono Wikan yang juga Sekretaris Jendral Serikat Perusahaan Pers (SPS) Pusat, Kamis (8/4) malam, melaunching bukunya yang berjudul, “Public Relations 6.0: Hati, Reputasi, Pandemi” bertempat di Wareh Kupie Jalan Arifin Achmad Pekanbaru.
Peluncuran buku yang santai dan informal ini dihadiri sejumlah praktisi media, akademisi, serta praktisi dan pengurus Perhumas Riau, antara lain Humas Universitas Islam Riau, Dr H Syafriadi, Dekan Fakuktas Komunikasi Umri Jayus, M.Ikom, Dosen Komunikasi UIN Asyari Abdullah, Anggota Dewan Pendidikan Riau Fendri Jaswir dan sejumlah pemimpin redaksi media di Pekanbaru.
Dalam kesempatan itu, Asmono mengatakan buku ini merupakan buah pemikiran sejumlah praktisi Humas, tokoh media, dan praktisi bisnis yang disampaikan dalam sejumlah webinar yang diselenggarakan MAW Talks, sebuah lembaga yang didirikannya selama masa pandemi Covid-19.
“Seperti yang dialami kita semua, pandemi covid-19 membuat ruang gerak saya terbatas. Selama beberapa bulan saya hanya bekerja di rumah. Dari sana saya mulai mengenal aplikasi pertemuan daring yang ternyata bermanfaat untuk membuat sejumlah diskusi,” jelasnya.
Lewat lembaga MAW Talks, Asmono kemudian menggelar secara rutin kegiatan diskusi dengan para praktisi Humas. Kegiatan itu ternyata mendapat respon positif dari masyarakat. “Dari situ saya berinisiatif untuk mengumpulkan materi-materi diskusi, menyuntingnya dan menjadikannya sebuah buku yang diberi judul “Public Relations 6.0: Hati, Reputasi, Pandemi”.
“Buku ini mungkin kurang tepat untuk dijadikan referensi akademis, karena memang lebih didasarkan pengalaman para praktisi kehumasan. Meski demikian saya berharap ada manfaat yang bisa diambil bagi siapa pun yang membacanya,” harap Asmono.
Sementara itu DR Syafriadi mengatakan buku PR 6.0: Hati, Reputasi, Pandemi, karya Asmoni Wikan tersebut cukup menarik karena ditulis berdasarkan pengalaman empiris.
Mantan Ketua Serikat Perusahaan Pers Riau ini menilai buku ini membuka paradigma baru bahwa public relations itu mahal. “PR bisa bernilai ekonomis, politis dan sosial.
Selama ini PR dalam struktur perusahaan masih dianggap sebelah mata. Padahal di balik itu, perusahaan bisa bangkrut kalau PR macet, dan bisa maju kalau PR bagus. Ini kalau dipahami manajemen perusahaan,” kata Syafriadi lagi.
“Saya setuju dengan Pak Doktor Syafriadi, bahwa buku ini tetap bermanfaat bagi kalangan dosen dan mahasiswa walaupun tidak ditulis dengan teknik referensi ilmiah. Namun karena merupakan pemikiran para praktisi dan pakar kehumasan, tentu dapat dijadikan dasar untuk menganalisa fenomena kehumasan,” ujarnya. (rls)