Jumat , 19 April 2024

Keluh Perajin Tempe Saat Harga Kedelai Melambung Tinggi

Sodiah (51) Perajin tempe asal Desa Alahair, Selatpanjang.

 

SELATPANJANG (Khabarmetro.com) – Sodiah (51) salah satu perajin tempe asal Desa Alahair, Kecamatan Tebingtinggi, Kabupaten Kepulauan Meranti, terpaksa menaikan harga tempe dan memperkecil ukuran tempe yang ia buat agar bisa meraup untung.

Dampak kenaikan harga kedelai sangat berdampak pada usahanya. Namun, disaat harga kedelai melambung tinggi tak menyurutkan semangatnya untuk tetap melanjutkan usaha yang ia geluti selama 20 tahun, walaupun usianya sudah tidak muda lagi.

“Saya sudah 20 tahun membuat tempe ini, dari harga kedelai Rp6 ribu (1kg) sekarang udah Rp12 ribu (1kg) tapi baru kali ini harga kedelai naik hampir 2 kali lipat,” kata Sodiah, Selasa (08/06/21).

Ibu empat orang anak ini rela mengahabiskan sabagian waktu istirahatnya untuk membuat tempe. Sodiah harus bangun lebih awal untuk membuat tempe sendirian dirumahnya.

“Biasanya saya mulai membuat tempe dari subuh jam 03.30 WIB hingga bisa sampai malam jam 22.00 WIB, sesekali anak datang membantu saya,” tambahnya lagi.

Ia bekerja sendiri karena suaminya telah wafat beberapa tahun silam. Entah karena panggilan jiwa atau desakan ekonomi ia harus menjalani ini untuk kebutuhan sehari-hari.

Sejak Pandemi Covid-19 melanda harga kedelai pelan-pelan naik, dulunya harga Rp350 ribu perkarung (50kg) kini harga kedelai naik mencapai Rp580 ribu perkarung (50kg). Hal tersebut membuat Sodiah mengalami penurunan omset hingga menurunnya permintaan pasar.

Dia mengaku selain ukuran tempenya di perkecil, harga tempe yang ia jual juga sedikit di naikan agar bisa meraup untung. Sebelumnya ia menjual Rp5 ribu dapat 4 keping tempe yang sudah ia bungkus, sekarang Rp5 ribu cuma dapat 3 keping saja.

“Dulu bisa membuat tempe sampai 350 keping sekarang 200 keping saja, 200 keping itu aja pun gak habis di jual.

Dalam sehari saja bisa mendapat untung Rp100-150 ribu terkadang bisa dapat lebih, sekarang untuk dapat 100 ribu aja susah,” keluhnya lagi.

Sodiah sendiri membuat tempe memakan waktu yang lama, setelah melalui proses berhari-hari tepatnya selama 3 hari. Setelah melalui berbagai proses, lalu tempe tersebut dijual ke warung maupun ke langanannya.

“Waktu sebelum Covid-19 saya bisa menghabiskan kedelai 50kg/hari untuk membuat tempe, sekarang palingan gak nyampe 20kg kedelai yang saya buat tempe,” ucap Sodiah.

Sebagai perajin tempe Sodiah berharap agar harga kedelai bisa kembali normal. Selain membuat ongkos produksi naik, penghasilannya juga berkurang. Sebab, konsumen keberatan untuk membeli dagangannya yang dinaikkan bahkan ukuranya jadi lebih kecil. (Rn)

Check Also

Puluhan Buruh Bongkar FUK-SPTI PT Naga Mas Argo Mulia Desak Nazarial Dicopot sebagai Ketua FUK Desa Talikumain

Penyerahan surat mosi tidak percaya kepada pengurus DPC SPTI Senen 15/04/2024 ROKAN HULU– Puluhan anggota …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

slot thailand slot gacor resmi demo slot