Rabu , 24 April 2024

Berkunjung ke Negeri Jiran Malaysia, Setelah Hampir Tiga Tahun “Dipenjara” Covid-19

Masuk Wajib Booster, Melaka Nampak Makin Molek (bagian-1)

Terakhir, sempat singgah di Malaysia pada awal Januari 2020. Ketika mau berangkat umrah, transit menuju Jeddah, Arab Saudi. Maret di tahun yang sama, Covid-19 pun datang. Mau ke negeri jiran sudah dilarang. Kesempatan itu baru sekarang bisa kembali diulang. Ini adalah rekaman lewat tulisan, mudah-mudahan semua yang membaca bisa jadi senang.

Laporan KHAIRUL AMRI, Pekanbaru
amrik4551@gmail.com

BERUNTUNG ada travel yang berangkat subuh ke Dumai, dari Pekanbaru. Saya dapat informasi ini dari teman, namanya Susanto. Jadi, tak perlu menginap di Dumai. Walau jadwal ferry tujuan Melaka, Melaysia berangkat pukul 09.00 wib, jadwal itu masih bisa dikejar.

Rabu, 12 Oktober 2022. Subuh. Di luar rumah masih gelap. Hp bergetar. Ada telepon masuk dari supir travel. Katanya, sudah dekat dan minta siap-siap di luar rumah. Sebenarnya, saya dan istri sudah standby. Tinggal menunggu mobil travel yang menjemput, langsung tancap ke Dumai.

Tak lama berselang, travel pun tiba di depan rumah. Semua barang dinaikkan ke mobil. Kami juga ikut naik. Sengaja saya pesan kursi nomor 1-2, persis di belakang supir. Naik, dan mobil pun bergerak mengaspal meninggalkan kawasan perumahan. Ternyata baru berdua, saya dan istri yang dijemput.

Mobil terus bergerak menjemput penumpang lain. Dan, begitu penumpang terakhir naik, supir pun mengarahkan mobil ke pintu tol Pekanbaru-Dumai (tol permai). Sekitar pukul 05.40 wib, mobil masuk pintu tol dan melaju menuju Kota Dumai. Sempat berhenti sebentar di rest area KM 82, lalu lanjut lagi. Hampir pukul 08.00 wib, travel kami sudah tiba di Kota Dumai.

Jadwal ferry jurusan Dumai ke Melaka, tepat pukul 09.00 wib. Masih ada waktu sebentar untuk sarapan. Kebetulan ada kenalan saya, namanya Dicky Rinaldi. Kami pun sarapan bersama. Sekitar 20 menit, travel datang lagi menjemput. Semua penumpang dibawa masuk ke pelabuhan Dumai.

Aktivitas di pelabuhan, pagi itu, nampak ramai. Ada juga rombongan jamaah umrah yang ikut sama berangkat ke Malaysia via Melaka. Tak sedikit juga penumpang umum. Semua berkumpul di pintu masuk pelabuhan, menunggu diizinkan masuk.

Petugas berjaga di depan pintu masuk terminal. Ada perintah untuk scan barcode di stand banner, tepat di pintu masuk. “Scan dulu, bapak dan ibu. Aktifkan aplikasi peduli lindungi untuk warga Indonesia. Dan, aplikasi my-sejahtera untuk warga Malaysia yang akan menyeberang,” terang petugas.

Dijelaskannya, penumpang yang akan naik ferry menuju Melaka, Malaysia wajib sudah vaksin booster pertama. Bagi yang belum, wajib menunjukkan bukti hasil swab pcr negatif. Jika dua syarat itu tidak terpenuhi, maka tidak dibenarkan naik ke ferry.

Saya dan istri, serta penumpang lain pun mengikuti arahan petugas. Buka aplikasi peduli lindungi di hp, lalu scan barcode di stand banner itu. Begitu hasilnya keluar di layar hp, ditunjukkan ke petugas, diizinkan masuk, barulah kami menuju ruang terminal keberangkatan. Tiket sudah siap, tinggal ambil boarding pass pelabuhan, lalu diarahkan ke ruangan cop paspor. Dari situ terus menuju ruangan keberangkatan.

Proses di pelabuhan Dumai selesai. Ke luar dari terminal, saya dan istri berjalan menuju ferry yang sudah sandar di pelabuhan. Ada petugas lagi yang mengecek tiket masuk kapal/ferry. Setelah semua lengkap penumpang pun diarahkan masuk ke kapal dan diarahkan menuju nomor kursi yang sudah tertera di tiket masing-masing. Jadi, tak perlu khawatir tidak dapat tempat duduk. Sebab nomor kursi sudah aman. Jadi tenang.

Perjalanan Dua Jam
Jam di tangan menunjukkan pukul 09.30 wib. Kapal yang tadinya bersandar di pelabuhan, lepas tali dan perlahan berjalan menuju laut lepas. Pelan tapi pasti, samar-samar bangunan pelabuhan Dumai tak nampak lagi. Lama-lama hilang, dan kapal yang kami tumpangi benar-benar sudah mengarungi laut lepas, melewati Selat Melaka.

Bersyukur lagi, kondisi laut cukup tenang kali ini. Kapal yang berbodi besar, dan penumpang cukup ramai, berjalan cukup kencang. Satu jam perjalanan, sekitar pukul 10.30 wib, jaringan selular hp Indonesia sudah hilang. Tak bisa lagi berkomunikasi ke tanah air. Posisi kapal yang kami tumpangi sudah masuk ke perairan negeri jiran Malaysia. Untuk hemat baterai, saya pun mengaktifkan mode pesawat di hp.

Di dalam kapal ini terasa lebih nyaman. Selain bisa menikmati deburan ombak laut di luar kapal, ada juga pelayanan lain, seperti berjualan makan dan minum, termasuk juga hiburan berupa tontonan film di layar televisi. Saya lihat, banyak juga penumpang yang tidur. Mungkin karena hawa sejuk dari AC di kapal ini. Kalau mau ke kamar kecil pun mudah, dan bersih pula.

Jam di tangan terus bergerak. Sekitar dua jam perjalanan, pukul 11.15 wib kapal pun tiba di muara sungai Melaka. Kecepatan kapan dikurangi. Pelan sekali, tapi tetap bergerak menuju pelabuhan Melaka, Malaysia. Pas pukul 11.30 wib kapal pun sandar di pelabuhan. Waktu di Malaysia lebih cepat 1 jam dari di Dumai, Indonesia. Tapi jam tangan saya tetap waktu Indonesia saja.

Satu persatu penumpang turun. Penumpang yang sakit dan penumpang VIP didahulukan turun. Setelah baru saya dan istri, sebagai penumpang reguler, pun ikut turun menuju ruang terminal kedatangan di Pelabuhan Melaka.

Meski hampir tiga tahun tak ke sini, tapi pelabuhan dan taman-taman di sekitar pelabuhan nampak tetap asri dan terawat. Sama sekali tidak nampak, kalau pelabuhan ini sudah hampir tiga tahun tak difungsikan. Begitu pun ruangan kedatangan, tempat cop paspor. Ruangan ini masih tetap sama, masih tetap tertata dan bersih.

Semua antre. Loket cop paspor pun diseseuaikan dengan kewarganegaraan. Warga asing, selain Malaysia, disiapkan beberapa loket. Sedangkan untuk warga Malaysia, disiapkan dua loket saja. Kebetulan loket itu kosong, saya lihat para jamaah umrah diizinkan untuk cop paspor disitu. Ini pula bentuk pelayanan mereka. Dan, selama cop paspor dilarang menerima telepon, menelepon, apalagi memotret. Petugas tak akan segan merampas bahkan mengecek seluruh dokumen di hp kita, jika kedapatan memotret atau menelepon.

Saya berdiri di belakang istri. Alhamdulillah semua lancar. Petugas imigrasi di loket cop paspor tidak terlalu banyak tanya. Begitu cek kecocokan data, saya dan istri langsung diminta untuk menempelkan dua jari telunjuk kiri dan kanan di alat scan yang tersedia. Setelah cocok, paspor di stempel masuk, semua aman, dan kami berdua pun sudah diarahkan ke pintu keluar. Tak lupa, tas yang dibawa wajib melewati alat scan sinar extray disitu. Jika tak ada masalah bisa terus berjalan menuju pintu keluar.

Ada rasa senang dan haru, saat tiba di ruangan dekat pintu keluar. Ternyata penumpang, baik yang tiba dan akan kembali pulang ke Dumai, sudah sangat ramai. Aktivitas di Pelabuhan Melaka ini seperinya sudah benar-benar normal. Di saat cop paspor pun tidak lagi ditanya soal vaksin. Cukup satu kali saja scan waktu akan masuk pelabuhan Dumai. Tapi, khusus untuk tiket yang dibeli PP (pulang dan pergi) kita diwajibkan lapor ke konter tiket di terminal pelabuhan itu. Di sini baru sempat ditanya status vaksin kita kembali. Setelah tahu sudah vaksin booster, check in tiket untuk pulang pun bisa diproses, dan langsung diberikan boarding pass.

Semua proses di pelabuhan selsai. Saatnya kami keluar terminal, mencari taksi untuk menuju terminal bus Melaka Central. Di sini nanti kita bisa memilih jurusan tujuan bus ke seluruh negeri yang ada di Malaysia. Saya dan istri, kebetulan dari Melaka, akan lanjut perjalanan ke Kuala Lumpur, ibu kota Malaysia.

 

Bersama Ocu Sulaiman.

Melaka Semakin Molek
Di luar terminal Pelabuhan Melaka, sudah banyak taksi yang antre menunggu penumpang. Beruntung, pas kami keluar sudah ada supir taksi yang memanggil. Kami langsung naik taksi, dari pelabuhan menuju Melaka Central.

Cerita punya cerita, ternyata supir taksi ini asli Indonesia. Saya sudah menukar kartu seluler yang di aktif di Malaysia. Jam digital di hp sy pun otomatis langsung berubah menyesuaikan jam di Malaysia. Dan, begitu saya aktifkan, hp saya pun bergetar. Ada telepon masuk dari Pekanbaru.

Saya angkat, dan bicara dalam bahasa daerah Kampar –bahasa: Ocu. Eh, supir taksi kami ini jadi heran. Lama dia dengarkan saya bicara. Karena dia penasaran, setelah selesai menerima telepon, dia pun bertanya pada saya. “Orang Ocu juo?” tanya dia. Saya jawab, “iyo, bang.” Dan, kami pun jadi akrab. Nama dia, Sulaiman. Kampungnya di Salo, Kampar. Tapi, istrinya asli Bengkalis. Sekarang anak dan istrinya berdiam di Bengkalis. Sedangkan dia, bekerja sebagai supir taksi di Melaka, Malaysia.

Dari dia-lah banyak diketahui tentang cerita di Melaka. Walau dilanda Covid, Melaka nampak semakin molek. Jalan-jalan tetap bersih dan tertata rapi. Begitu juga taman-taman dan gedung yang megah di tengah kota, nampak tetap asri dan menawan. Bahkan, beberapa kawasan yang sebelumnya masih belum tertata dan dibangun, saat ini justru sudah selesai dibangun. Misalnya pedestrian di sepanjang Sungai Melaka. Saat ini sudah selesai dan sangat asri. Dataran Pahlawan pun begitu, nampak lebih molek dan indah. Sehingga wisatawan saat ini sudah ramai berdatangan ke Melaka.

Tidak singgah berlama-lama di Melaka, karena kami akan melanjutkan perjalanan ke Kuala Lumpur. Saya katakan ke supir taksi, Sulaiman, nanti saat pulang dari Kuala Lumpur tolong jemput lagi ke Melaka Central. Dengan sigap dijawabnya, “siap.”

Sulaiman, yang nampak masih segar, walau sudah berumur itu, pun memberikan kartu namanya kepada saya. “Ado kontak awak disitu. Kalau nanti mau ke Melaka dari Kuala Lumpur, telepon sajo. Awak jopuik ke Melaka Central,” katanya, dalam logat bahasa Ocu. Saya dan istri hanya Bisa senyum dan mengangguk, tanda iya. (bersambung)

Check Also

Region Head PTPN IV Regional III: Hari Kemenangan untuk Perkuat Perbaikan

Region Head PTPN IV PalmCo Regional III Rurianto berpesan kepada segenap insan perusahaan agar menjadikan …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

slot thailand slot gacor resmi demo slot