Jumat , 19 April 2024

Air Terjun Batu Dinding Pesona Semula Jadi di Tanjung Belit, Kampar


Update terkini, ramai sudah masyarakat Riau, terutama warga Kota Pekanbaru mengenal nama Batang Subayang. Sungai berair dangkal, deras dan jernih yang diapit jejeran perbukitan. Di tepian sungai itu, berjejer kampung-kampung lama. Bak negeri di atas awan nan indah lagi menawan.

Laporan FEDLI AZIS

SALAHSATU kampung yang dekat dengan objek wisata Batu Dinding itu bernama Tanjungbelit. Kampung yang bersahaja di tepian Sungai Subayang itu dihuni warga yang senantiasa menjaga adat dan adab. Baik pada diri sendiri, sesama warga, alam sekitar dan siapa saja yang datang untuk berdarmawisata.

Kali ini, untuk kesekian kalinya, penulis bertandang ke kampung itu. Namanya Kampung Tanjung Belit yang bersahaja, tenang dan menawar rasa nyaman. Kampung itu tercacak di Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar, Riau.

Selain memiliki alam nan asri, salahsatu objek wisata di kampung itu mulai ramai dikunjungi para wisatawan. Namanya Air Terjun Batu Dinding. Air Terjun bertingkat-tingkat itu terletak di ceruk rimba dan bisa ditempuh menggunankan kendaraan roda dua dan empat. Dan dilanjutkan dengan berjalan kaki selama 15-20 menit saja.

“Sekarang, warga terutama para pemuda di kampung itu sudah mengelola objek wisata Batu Dinding. Bahkan di masa pandemi ini, sebulan mereka bisa mengumpulkan 50-an juta dari jasa ojek, parkir dan lainnya,” ungkap salah seorang pelaku dan penggagas event dan objek wisata asal Kampar Kiri, Dody Rasyid Amin, 17 Juli 2022 lalu.

Saat ini, akses menuju air terjun Batu Dinding terasa lebih ringan dibandingkan beberapa tahun lalu, saat penulis menempuhnya.

Sebagai ilustrasi; Dulu, saat penulis bertandang ke objek wisata ini masih berupa potensi. Air terjun bertingkat ini masing-masing tingginya 10 – 15 meter. Hanya bisa ditempuh dengan berjalan kaki dari perkampungan atau dari tepi sungai. Rutenya juga lebih cocok ditempuh oleh para petualang atau wisatawan minat khusus.

Iwel, salah seorang warga menceritakan, dulu jarak air terjun batu dinding ditempuh selama 45 menit dengan berjalan kaki. Ya, kurang-lebih dua hingga tiga kilometer saja. “Dekat saja lokasinya dari sini. Ya, kurang lebih satu jam setengah pulang dan pergi,”
kata Iwel dengan nada santai.

Saat ditempuh secara langsung, 2-3 kilometer itu terasa amat jauh. Selain rutenya masih berupa jalan setapak –khusus jalan warga penoreh getah– rute itu tidak dianjurkan bagi wisatawan, terutama membawa serta keluarga. Belum lagi, cerita-cerita yang tersiar, soal Harimau Sumatera yang kerap melintas disitu. Apalagi, kawasan Bukit Rimbang Baling itu merupakan konservasi Harimau Sumatera.
[1/8 09.45] Info Fadli Aziz: Setelah sekian tahun, tidak menempuh kawasan itu, kini penulis merasa cukup dimudahkan ke objek Batu Dinding. Lagipula, warga kampung dan muda-mudi disana ramahtamah dan terbiasa melayani para wisatawan. Jadi suasana berdarmawisata ke Batu Dinding terasa menyenangkan.

Hal ini diaminkan Kepala Desa Tanjung Belit yang baru, Efri Desmi. Palingtidak, bertandang ke objek wisata Batu Dinding, Kampung Tanjung Belit, wisatawan ditawarkan paket alami yang memanjakan mata dan hati.

Disana, wisatawan akan disuguhi pemandangan perbukitan yang berbaris-baris rapi, hutan yang masih asri, Batang Subayang yang berair jernih berbatu-batu besar, cocok sebagai objek wisata arung jeram. Selain itu, warga yang ramah melayani dan jajanan lokal. Dan utamanya, wisatawan tidak akan pernah menolak untuk langsung terjun dan mandi serta berendam berlama-lama di kolam air terjunnya.

Menurut Dody, tidak hanya di Tanjung Belit, kampung-kampung lain di tepian Sungai Subayang menawar pesona yang rugi jika tidak dinikmati. “Kami ajak warga Riau untuk datang dan merasakan sensasi di sini. Selain itu, kami juga kerap menjadi helat wisata budaya yang syarat dengan tradisi Kampar. Mo lah ke Kampar,” ungkapnya semangat.

Kampung atau Desa Tanjung Belit hanyalah satu dari beberapa kampung yang ada dispanjang Batang Subayang. Keunikan kampung-kampung disana, selain dihadiahi alam yang indah, juga ada satu tradisi menarik disebut “Mancokau Ikan” di Lubuk Larangan. Hampir disemua kampung punya lubuk larangan yang bisa dipanen sekali dalam setahun dengan mengadakan ritual khusus.

Kampung Tanjung Belit sendiri bisa ditempuh dari Kota Pekanbaru, melalui jalur darat dengan perkiraan waktu 2,5 jam saja. Pengunjung akan disuguhkan jalanan yang berbelok-belok, turun naik karena kawasannya berada diantara perbukitan. “Percayalah pengunjung akan dimanjakan dengan keindahan alam semula jadi,” ujar Dody meyakinkan.

Dijelaskannya, di semua daerah Kampar masih memegang sistem adat yang kuat. Di Tanjung Belit misalnya, ada empat suku seperti Suku Domo, Suku Tonga, Suku Melayu dan Melayu Kepe. Setiap suku dipimpin ninikmamak. Selain itu, para datuk masih dipercaya masyarakat dan masih ada hingga saat ini seperti Datuk Singo, Datuk Majo, Datuk Majo Tonso dan Datuk Bolahan Putih dari Suku Domo. Selain itu Datuk Godang Suku Tonga, Datuk Dubolang Setia dari Suku Melayu dan Datuk Paduka Sindo dari Melayu Kepe.

Rata-rata masyarakatnya bermatapencaharian bertani atau berkebun karet, nelayan dan beberapa profesi lainnya. Jumlah masyarakat kurang-lebih 800 an jiwa. “Jadi, sebelum wisatawan atau peneliti menuju objek wisata batu dinding bisa menyambangi warga untuk beramah-tamah. Bahkan disini juga bisa menginap karena sudah ada homestay sekadar ingin menikmati suasana kampung adat sehari dua,” papar Dody mengakhiri.***

Check Also

Puluhan Buruh Bongkar FUK-SPTI PT Naga Mas Argo Mulia Desak Nazarial Dicopot sebagai Ketua FUK Desa Talikumain

Penyerahan surat mosi tidak percaya kepada pengurus DPC SPTI Senen 15/04/2024 ROKAN HULU– Puluhan anggota …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

slot thailand slot gacor resmi demo slot